Kritik Sastra Feminis: Perempuan, Kekerasan, dan Rahasia Triyanto Triwikromo Di Balik Mati Setelah Mati

“Kita akan terus hidup dan melupakan kematian yang tak perlu dan sia-sia. Kita akan tetap hidup….,” kutipan dari cerpen Mati Setelah Mati.

Dirinya juga membuat tiga tokoh dengan unsur semiotik terhadap peristiwa-peristiwa yang terjadi terhadap penindasan kaum perempuan di Indonesia dari tahun ke tahun.

Meskipun awalnya Triyanto Triwikromo dikenal sebagai penulis yang sering mengangkat mitos dan hal-hal tabu, ia mampu dengan mulus menyisipkan unsur feminisme dalam realisme magisnya.

Selain hal-hal di atas, pria yang menjadi pengajar istimewa di Universitas Diponegoro ini juga menyisipkan Religiusitas ke dalam cerpennya itu dengan gaya bahasa yang mudah dipahami.

“Kalau Kresna saja bisa membangkitkan Arjuna yang dibunuh oleh Bambang Ekalaya, masa Allah tak bisa menghidupkan makhluk seindah Nyai Dini? Kalau Allah berkenan menghidupkan Yesus, maka akan berkenan pula Zat Mahaperkasa itu meniupkan rob kehidupan kepada Nyai Dini,” kutipan dari cerpen Mati Setelah Mati.

Digambarkan bahwa dunia ini begitu utopis, bagimana akulturasi paham religiusitas dicampurkan dan menciptakan pemahaman baru yang bersifat toleran; semua yang dominan terbagi.

Triyanto Triwikromo membangkitkan perjuangan kaum perempuan dengan gaya Realisme Magisnya, di tengah peradaban yang sulit menerima konsep perempuan yang harus setara dengan laki-laki.

Realisme Magisnya mengingatkan kita tentang kisah-kisah milik Gabo, film Narcos yang ditayangkan Netflix, atau novel-novel Eka Kurniawan. Kisah perjuangan yang bangkit dari mimpi alam bawah sadar.****

Rizky Riawan