Mengenal Ebeg Banyumasan Bojanegara, Kesenian Unik Masyarakat yang Hampir Tersapu Pandemi Covid-19

Menurut Koentjaraningrat, seni dikelompokkan menjadi dua kelompok besar, yaitu seni berdasarkan indera penglihatan dan seni berdasarkan indera pendengaran manusia.

Seni pertunjukkan seperti Ebeg Banyumasan Bojanegara termasuk di dalamnya sebagai satu kesatuan seni yang bangkit dari budaya lokalitas yang ada.

Salah satu budaya yang tumbuh dari masyarakat adalah Kuda Lumping yang di setiap daerah di Indonesia memiliki nama dan konsep pertunjukkan.

Ebeg Banyumasan Bojanegara : Identitas Budaya Lokal

bentuk-bentuk in trance (kesurupan) atau wuru
Bentuk-bentuk in trance (kesurupan) atau wuru. (Foto: Youtube/DEFA PRODUCTION VIDEOGRAPHY)

Kesenian Kuda Lumping atau Kuda Kepang atau juga di Purbalingga dikenal dengan Ebeg Banyumasan Bojanegara sejatinya memiliki filosofi ajaran yang luhur di dalamnya yang lebih dari sekedar tontonan.

Ebeg Banyumasan Bojanegara adalah bentuk tari tradisional khas Banyumas dengan properti utama berupa ebeg atau kuda kepang. Kesenian ini menggambarkan kegagahan prajurit berkuda dengan segala atraksinya.

Biasanya dalam pertunjukkan Ebeg Banyumasan Bojanegara dilengkapi dengan atraksi barongan, penthul dan cépét. Dalam pertunjukkannya ebeg diiringi oleh gamelan yang lazim disebut bendhe.

Kesenian ini mirip dengan jathilan, kuda kepang dan kuda lumping di daerah lain. Di Bojanegara, Padamara, kesenian ini baru diakui semenjak tahun 2015 berkat salah satu kelompok kesenian Jati Kusuma.

Padamara Sebagai Wilayah Hinterland

Berdasarkan data pemerintah Purbalingga, Kecamatan Padamara merupakan salah satu kecamatan yang berada dibagian timur terluar Kabupaten Purbalingga dan berbatasan langsung dengan Kabupaten Banyumas.

Rizky Riawan